Banten di masa lalu merupakan sebuah
kesultanan yang cukup di perhitungkan di Nusantara. Di bawah
pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa(1631-1692), banten mengalami puncak
kejayaan. Selain menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di luar
Samudera Pasai di Aceh, Banten di masa lalu termashur sebagai pusat
perdagangan internasional dengan pelabuhan karang Antunya.
Selain
melalui literatur, bukti-bukti kejayaan Kesultanan Banten hingga kini
yang masih bisa kita saksikan diantaranya adalah: pelabuhan karang antu,
Masjid Agung Banten, Situs bangunan keraton Surosowan, juga benda-benda
peninggalan yang tersimpan di Museum Kepurbakalaan. Untuk menyaksikan
itu semua yang perlu kita lakukan adalah berkunjung ke kawasan Banten
Lama, Kota Serang provinsi Banten.
How to get there:
Dari
Jakarta kami menumpang bus Primajasa jurusan Kampung Rambutan – Merak.
Tarif per penumpang untuk bus AC Ekonomi Rp 17.000,-. Setelah menempuh
perjalanan sekitar 2 jam, kami turun di depan kampus Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa, serang. Selanjutnya kami naik angkot jurusan Terminal
Pakupatan-Pasar Rau, dengan tariff Rp2.000,-/orang. Setiba di Pasar Rau
kami melanjutkan dengan angkot yang akan menuju ke Banten Lama
tarif/orang adalah Rp 5.000,-. Sekitar pukul 09.00 kami sampai di
kawasan Banten lama, terlihat sudah banyak pengunjung yang datang
terutama mereka yang akan berziarah.
Masjid Agung Banten dan Kompleks Makam Sultan Banten
Masjid Agung Banten merupakan salah satu dari sekian banyak masjid
tertua di Indonesia. Keberadaan Masjid Agung Banten yang memiliki nilai
sejarah ini banyak mengundang para peziarah yang Setiap harinya ramai
mengunjungi Masjid Agung Banten. Para peziarah yang datang ke Masjid
Agung Banten bukan hanya berasal dari banten dan Jawa Barat saja,
melainkan juga dari berbagai daerah di Indonesia khususnya pulau jawa.
Lokasi ini berjarak sekitar 300 meter dari tempat parkir atau angkutan
umum berhenti. Sebelum masuk ke lokasi Ziarah dari luar kita akan
melihat Masjid Agung Banten dan menara Banten Lama. Setelah memasuki
pintu gerbang yang bertuliskan pintu masuk ziarah pertama selanjutnya
kita akan berada di kompleks masjid Agung dan kompleks Makam
Sultan-sultan Banten dan keluarganya. Suasana cukup ramai dan
berdesakan, disini kita harus melepas alas kaki kita, jadi jangan sampai
lupa untuk membawa plastik sebagai tempat sandal/sepatu kita.
Sampai
di dalam kami belum bisa langsung masuk karena menunggu giliran sampai
peziarah sebelumnya selesai. Ketika akhirnya pintu terbuka, semua
berdesakan ingin bisa masuk terlebih dahulu.
Menunggu giliran masuk |
Setelah masuk, kami duduk rapi, sementara pintu ditutup kembali. Di
dalam kompleks ini kami bisa melihat makam Sultan-sultan Banten dahulu
beserta keluarganya. Di dalam semua ktivitas mengambil gambar tidak
diperbolehkan. Setelah ziarah selesai kami keluar dan kembali ke tempat
semula (gerbang masuk ke Masjid). Tadinya saya ingin naik kemenara
Masjid namun karena terlihat antri dan berdesakan, saya urungkan niat
tersebut. Padahal menurut teman saya Siti dari atas menara kita dapat
menyaksikan panorama di sekitar Masjid Agung Banten serta perairan lepas
pantai yang hanya berjarak sekitar 1,5 km dari Masjid Agung Banten.
Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama
Lepas
mengunjungi Masjid Agung Banten, berikutnya kami mengunjungi Museum
Situs Kepurbakalaan Banten Lama. Memiliki luas bangunan 778m2 dengan
luas tanah 10.000 m2. Tidak perlu merogoh kocek dalam untuk bisa masuk
ke museum ini karena harga tiket hanya Rp 1.000/orang.
Sebelum
masuk ke dalam museum kita bisa melihat-lihat koleksi benda-benda
sejarah yang berada di luar museum. Bendar-benda tersebut adalah Meriam
Ki Amuk, alat penggilingan tebu di masa lalu, dan relief hiasan bekas
reruntuhan gerbang keraton Surosowan.
Meriam Ki Amuk |
Selanjutnya
di dalam museum ini kita dapat melihat koleksi museum antara lain:
berbagai macam senjata, aneka perabotan rumah tangga, perhiasan, alat
pertanian, berbagai jenis uang yang pernah digunakan ketika zaman
kesultanan banten sampai dengan zaman pra kemerdekaan. Di museum ini
juga kita dapat melihat maket pusat wisata budaya Taman Purbakala Banten
Lama.
Maket Keraton Surosowan |
Koleksi Senjata |
Maket
Pusat Wisata Budaya Banten Cukup menarik sebetulnya melihat-lihat
koleksi di museum ini, seandainya saja pengelola lebih memperhatikan
kenyamanan bagi pengunjung. Ruangan yang panas memaksa kita untuk tidak
berlama-lama berada disini. Sebelum keluar museum, jika ingin membeli souvenir
bisa menghubungi petugas yang menunggu counter. Disini, meskipun tidak
terlalu lengkap kita bisa membeli gelang khas baduy, ikat kepala khas
baduy, dan juga batik khas banten dengan harga yang relatif terjangkau.
Bekas Reruntuhan Keraton Surosowan
Puas melihat-lihat koleksi Museum, yang tak boleh dilewatkan adalah mengunjungi bekas reuntuhan Keraton Surosowan. Dari beberapa sumber diperoleh informasi bahwa keraton seluas 3,5 hektar ini dibangun pada tahun 1552, dan dahulu merupakan tempat tinggal para sultan Banten. Pada tahun 1680 Keraton ini dihancurkan oleh belanda saat kesultanan Banten di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa berperang melawan penjajah Belanda. Meskipun keraton ini sempat diperbaiki, namun akhirnya dihancurkan kembali pada tahun 1813 ketika Sultan Rafiudin, yang merupakan Sultan terakhir Kesultanan Banten tetap menolak untuk tunduk pada kekuasaan belanda. Saya membayangkan bahwa dulunya pasti keraton ini sangat megah. Kini, berada di lokasi ini kita masih bisa menyaksikan diantaranya bekas gerbang keraton, bekas pemandian keluarga keraton, bekas ruang-ruang lain di dalam keraton.
Puas melihat-lihat koleksi Museum, yang tak boleh dilewatkan adalah mengunjungi bekas reuntuhan Keraton Surosowan. Dari beberapa sumber diperoleh informasi bahwa keraton seluas 3,5 hektar ini dibangun pada tahun 1552, dan dahulu merupakan tempat tinggal para sultan Banten. Pada tahun 1680 Keraton ini dihancurkan oleh belanda saat kesultanan Banten di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa berperang melawan penjajah Belanda. Meskipun keraton ini sempat diperbaiki, namun akhirnya dihancurkan kembali pada tahun 1813 ketika Sultan Rafiudin, yang merupakan Sultan terakhir Kesultanan Banten tetap menolak untuk tunduk pada kekuasaan belanda. Saya membayangkan bahwa dulunya pasti keraton ini sangat megah. Kini, berada di lokasi ini kita masih bisa menyaksikan diantaranya bekas gerbang keraton, bekas pemandian keluarga keraton, bekas ruang-ruang lain di dalam keraton.
Bekas Pemandian |
Sayangnya
situs yang menyimpan sejarah ini tidak terawat. Sebagai contoh Air
kolam bekas pemandian hijau berlumut, disertai sampah dan seperti botol
plastik di dalamnya.
0 comments:
Post a Comment